Langkah Hukum Menghadapi Developer Nakal: Dari Somasi hingga Gugatan
Kasus pengembang (developer) perumahan yang mangkir dari janji membangun rumah bukan hal baru di Indonesia.
Tak jarang, konsumen sudah menandatangani akad kredit, sudah membayar uang muka, bahkan sudah mencicil ke bank, tapi rumahnya belum juga dibangun — atau dibangun asal-asalan dan tidak sesuai spesifikasi brosur.
Jika Anda mengalami hal seperti ini, penting untuk tahu:
Anda punya hak hukum yang kuat untuk menuntut developer yang wanprestasi atau nakal.
Berikut langkah-langkah yang bisa ditempuh dan dasar hukumnya.
1. Pastikan Dulu Anda Sudah Memenuhi Kewajiban
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah memastikan
bahwa Anda sebagai pembeli telah memenuhi kewajiban sebagaimana perjanjian.
Misalnya:
- Sudah menandatangani akad kredit,
- Sudah melunasi uang muka dan cicilan sesuai jadwal,
- Sudah menyerahkan dokumen administrasi yang diminta.
Jika semua kewajiban Anda terpenuhi, maka posisi hukum Anda kuat untuk menuntut developer yang tidak menjalankan kewajibannya.
2. Lakukan Teguran atau Somasi Secara Tertulis
Sebelum membawa masalah ke ranah hukum, lakukan upaya peringatan resmi terlebih dahulu melalui surat somasi.
Somasi adalah teguran hukum tertulis agar pihak developer segera melaksanakan kewajibannya dalam jangka waktu tertentu.
Dasarnya terdapat dalam Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang menyebutkan bahwa debitur dinyatakan lalai (wanprestasi) setelah diberikan peringatan atau somasi.
Isi somasi umumnya mencakup:
- Penjelasan tentang perjanjian awal,
- Uraian pelanggaran (misalnya keterlambatan pembangunan atau spesifikasi tak sesuai),
- Permintaan agar developer segera memenuhi kewajibannya,
- Tenggat waktu pemenuhan, dan
- Peringatan bahwa bila tidak dilakukan, akan ditempuh jalur hukum.
Somasi ini bisa dikirim langsung, melalui pengacara, atau lewat notaris agar memiliki kekuatan pembuktian yang lebih kuat.
3. Ajukan Gugatan Perdata atas Dasar Wanprestasi
Jika developer tetap tidak memenuhi kewajibannya setelah somasi, Anda bisa menggugat developer ke pengadilan negeri atas dasar wanprestasi (ingkar janji) sesuai Pasal 1243 KUHPer.
Dalam gugatan wanprestasi, Anda berhak menuntut:
- Pemenuhan perjanjian (membangun rumah sesuai janji),
- Ganti rugi, baik berupa kerugian nyata (misalnya bunga kredit yang sudah dibayar) maupun potensi keuntungan yang hilang,
- Pembatalan perjanjian disertai pengembalian seluruh uang yang sudah dibayarkan.
Contoh yurisprudensi yang memperkuat hal ini adalah Putusan
Mahkamah Agung No. 324 K/Pdt/2006, di mana pengadilan menghukum developer
yang gagal menyerahkan rumah tepat waktu.
Mahkamah Agung menolak alasan developer yang berkilah karena “krisis moneter”
dan “naiknya harga material”.
Artinya, alasan ekonomi tidak bisa digunakan untuk menghapus tanggung jawab hukum.
4. Laporkan Developer secara Pidana (Jika Ada Unsur Penipuan atau Pembohongan)
Selain gugatan perdata, Anda juga dapat melaporkan developer ke pihak kepolisian apabila ditemukan unsur pembohongan publik atau penyesatan informasi.
Dasarnya ada pada Pasal 8 ayat (1) huruf f Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen):
“Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.”
Artinya, jika dalam brosur disebutkan rumah menggunakan bata merah, besi 10 mm, dan fondasi 60 cm, tetapi faktanya developer membangun dengan hebel, besi 6 mm, dan fondasi dangkal, maka perbuatan itu bisa dikategorikan sebagai penipuan terhadap konsumen.
Sanksi pidana bagi pelanggar pasal ini cukup berat:
➡️
Pidana penjara hingga 5 tahun atau denda maksimal Rp2 miliar
(Pasal 62 UU Perlindungan Konsumen).
5. Pelanggaran Spesifikasi Bangunan Juga Bisa Dijerat UU Perumahan
Developer yang membangun tidak sesuai spesifikasi juga bisa dijerat Pasal 134 jo Pasal 151 Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Pasal 134 menyebutkan:
“Setiap orang yang membangun perumahan dan permukiman tidak sesuai dengan kriteria, spesifikasi, dan persyaratan yang diperjanjikan dikenai sanksi pidana denda paling banyak Rp5 miliar.”
Selain sanksi pidana, developer juga dapat dikenai sanksi administratif, seperti:
- Peringatan tertulis,
- Pencabutan izin usaha,
- Penutupan
lokasi proyek,
sesuai Pasal 150 UU Perumahan.
Dengan demikian, Anda bisa menempuh dua jalur hukum sekaligus:
- Perdata: menuntut ganti rugi dan pemenuhan perjanjian;
- Pidana: melaporkan developer karena pelanggaran spesifikasi dan penipuan konsumen.
6. Alternatif: Laporkan ke BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen)
Bagi konsumen, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) bisa menjadi jalur penyelesaian nonlitigasi yang lebih cepat dan murah dibanding pengadilan.
BPSK berwenang menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha melalui:
- Mediasi,
- Arbitrase,
- Atau adjudikasi (putusan langsung).
Keputusan BPSK bersifat final dan mengikat, namun tetap bisa diajukan keberatan ke pengadilan jika salah satu pihak tidak puas.
7. Tips Praktis Menghadapi Developer Nakal
- Simpan semua dokumen perjanjian: akad kredit, bukti transfer, brosur, surat janji, dan foto kondisi lapangan.
- Kumpulkan bukti pelanggaran spesifikasi (misalnya material yang berbeda, ukuran tidak sesuai).
- Gunakan bantuan hukum profesional seperti pengacara konsumen atau LBH untuk menyusun somasi dan gugatan.
- Laporkan ke BPSK dan Dinas Perumahan jika masalah bersifat masal (banyak konsumen dirugikan).
8. Kesimpulan
Jenis Pelanggaran |
Langkah Hukum |
Dasar Hukum |
Sanksi |
Rumah tidak dibangun sesuai perjanjian |
Somasi → Gugatan wanprestasi |
Pasal 1243 KUHPer |
Ganti rugi dan bunga |
Spesifikasi bangunan tidak sesuai |
Laporan ke BPSK / Gugatan Perdata / Laporan Pidana |
Pasal 8 UU Perlindungan Konsumen |
Penjara 5 tahun atau denda Rp2 miliar |
Pembangunan tidak sesuai izin & kriteria |
Laporan ke Pemda / Pidana UU Perumahan |
Pasal 134 jo 151 UU No. 1/2011 |
Denda hingga Rp5 miliar |
Dasar Hukum
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)
- Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
- Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
- Putusan Mahkamah Agung No. 324 K/Pdt/2006
Penutup
Dalam dunia properti, banyak pengembang memanfaatkan
ketidaktahuan konsumen soal hukum.
Padahal, kontrak jual beli rumah bukan hanya janji bisnis, tapi juga
perikatan hukum yang harus dipenuhi.
Jika developer mengingkari, jangan diam. Karena diam artinya menyerahkan hak Anda begitu saja.
Langkah hukum bukan sekadar menuntut ganti rugi, tetapi juga menegakkan keadilan agar tidak ada lagi konsumen yang dirugikan oleh developer nakal.