Langkah Hukum Jika Sertifikat Tanah Warisan Dikuasai Saudara Ayah
Kisah seperti ini sering terjadi dalam keluarga besar di Indonesia — terutama ketika warisan belum dibagi secara resmi dan semua pihak masih merasa memiliki hak atas tanah peninggalan orang tua.
Sebut saja seorang anak yang kehilangan ayahnya beberapa tahun lalu. Sang ayah meninggalkan sebidang tanah seluas 5.300 meter persegi, lengkap dengan sertifikat atas nama beliau sendiri.
Semasa hidup, sang ayah pernah berjanji memberikan sebagian tanah (sekitar 2.000 m²) kepada adik kandungnya — sebuah niat baik yang disampaikan secara lisan dalam suasana kekeluargaan, tanpa pernah dibuatkan akta hibah resmi di hadapan notaris atau PPAT.
Kini, setelah sang ayah dan adiknya sama-sama meninggal dunia, persoalan baru muncul.
Sertifikat tanah seluas 5.000 m² ternyata berada di tangan anak-anak dari adik ayah — para sepupu.
Mereka mengklaim bahwa seluruh tanah tersebut adalah hak keluarga mereka, bukan milik ahli waris almarhum ayah.
Pertanyaannya, bagaimana status hukum tanah itu sebenarnya?
Apakah sepupu berhak menguasai seluruhnya, dan apa langkah hukum yang bisa dilakukan untuk mengambil kembali sertifikat tanah dari tangan mereka?
Mari kita bahas secara rinci berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
⚖️ 1. Status Hukum Tanah Warisan
Dalam kasus di atas, sertifikat tanah masih atas nama almarhum ayah. Artinya, secara hukum, kepemilikan tanah tersebut belum berpindah kepada pihak lain.
Selama tidak ada bukti hukum yang sah (misalnya akta hibah dari PPAT),
maka seluruh tanah itu tetap menjadi harta warisan milik ahli waris sah
almarhum ayah Anda.
Menurut Pasal 832 KUHPer, yang berhak menjadi ahli
waris adalah:
“Orang-orang yang mempunyai hubungan darah baik sah maupun luar kawin, serta suami atau istri yang hidup terlama.”
Dengan demikian, ahli waris dari almarhum ayah Anda adalah:
- Ibu
Anda (jika masih hidup), dan
- Anak-anak
kandung almarhum (termasuk Anda dan saudara-saudara Anda).
Sepupu Anda tidak termasuk ahli waris langsung,
karena mereka merupakan keturunan dari adik ayah Anda — yang statusnya bukan
pewaris utama selama anak-anak almarhum (Anda) masih hidup.
🧾 2. Jika Ada Janji Hibah kepada Adik Ayah
Disebutkan dalam kasus itu bahwa semasa hidup, sang ayah pernah berjanji memberikan sebagian tanah (2000 m²) kepada adiknya.
Namun, penting dicatat: janji hibah tidak memiliki kekuatan hukum jika
tidak dituangkan dalam Akta Hibah di hadapan PPAT (Pejabat Pembuat Akta
Tanah).
Menurut Pasal 1682 KUHPer:
“Tiada suatu hibah pun dapat dilakukan selain dengan akta notaris yang asli disimpan oleh notaris.”
Artinya:
- Jika
hibah itu hanya diucapkan secara lisan atau tanpa akta PPAT → hibah
dianggap tidak sah.
- Maka,
tanah tetap bagian dari harta warisan dan sepenuhnya menjadi milik
para ahli waris ayah Anda.
Namun, bila ternyata ada Akta Hibah yang sah dan
terdaftar, maka bagian 2000 m² tersebut memang menjadi hak almarhum adik
ayah Anda (dan kini dapat diwariskan kepada anak-anaknya, yakni sepupu Anda).
📜 3. Jika Tidak Ada Akta Hibah
Jika tidak ada akta hibah dan sertifikat masih atas
nama almarhum ayah, maka posisi Anda kuat sebagai ahli waris sah.
Langkah yang dapat dilakukan:
- Kumpulkan
dokumen waris:
- Akta
kematian ayah,
- Kartu
keluarga dan KTP ahli waris,
- Surat
keterangan waris (dari notaris untuk non-Muslim, atau dari Pengadilan
Agama untuk Muslim),
- Sertifikat
tanah (jika masih bisa diakses atau salinannya masih ada di BPN).
- Buat
Surat Keterangan Waris (SKW).
SKW ini menjadi dasar hukum untuk balik nama sertifikat dari nama pewaris (ayah Anda) ke para ahli waris. - Ajukan
permohonan balik nama ke BPN.
Proses ini bisa dilakukan meskipun sertifikat fisik belum Anda pegang, dengan menunjukkan bukti kepemilikan dan identitas ahli waris yang sah. - Laporkan
penguasaan sertifikat tanpa hak.
Jika sepupu Anda menahan sertifikat dan menolak menyerahkan, maka tindakan itu bisa dikategorikan sebagai penggelapan dokumen milik orang lain.
⚠️ 4. Jalur Hukum Jika Sertifikat Dikuasai Sepupu
Jika cara kekeluargaan tidak berhasil, Anda dapat menempuh
dua jalur hukum:
a. Perdata: Gugatan ke Pengadilan Negeri
Dasarnya adalah perbuatan melawan hukum (Pasal 1365
KUHPer).
Anda bisa menggugat sepupu Anda dengan tuntutan agar:
- Sertifikat
dikembalikan,
- Hak
waris diakui,
- Dilakukan
pemisahan/pembagian tanah sesuai bagian ahli waris.
b. Pidana: Laporan Penggelapan (Pasal 372 KUHP)
Pasal 372 KUHP berbunyi:
“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki
barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain yang ada dalam
penguasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan.”
Karena sepupu Anda memegang sertifikat (yang secara hukum
milik bersama ahli waris) dan menolak menyerahkan, maka unsur penggelapan
dapat terpenuhi.
📍 5. Jika Ada Keinginan Membagi Tanah Sesuai Janji Lama
Misalnya, meskipun tidak ada akta hibah, keluarga ingin
menghormati niat almarhum untuk memberikan sebagian tanah (2000 m²) kepada
adiknya — maka solusinya adalah musyawarah keluarga dan akta pembagian waris.
Caranya:
- Buat
akta pembagian waris di hadapan notaris,
- Pisahkan
bidang tanah melalui proses pemecahan sertifikat di BPN,
- Daftarkan
setiap bidang atas nama ahli waris masing-masing.
Langkah ini akan memberikan kejelasan hukum dan menghindari
sengketa di kemudian hari.
🧩 Kesimpulan
Kondisi |
Status Tanah |
Langkah Hukum |
Tidak ada akta hibah, sertifikat atas nama ayah |
Tanah milik seluruh ahli waris sah |
Ajukan SKW, balik nama ke ahli waris, ambil sertifikat
dari sepupu |
Ada akta hibah sah kepada adik ayah |
2000 m² milik ahli waris adik ayah, sisanya milik Anda dan
saudara |
Lakukan pemecahan sertifikat di BPN |
Sepupu menolak menyerahkan sertifikat |
Penggelapan dokumen waris |
Laporkan pidana atau gugat perdata ke pengadilan |
📚 Dasar Hukum:
- Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) — Pasal 832, 852, 852a, 1365, dan
1682.
- Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) — Pasal 372 tentang Penggelapan.
- Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Jika Anda ingin melangkah dengan aman, sebaiknya:
- Konsultasikan
ke notaris atau advokat pertanahan,
- Segera
urus Surat Keterangan Waris,
- Dan lindungi
dokumen asli atau salinan sertifikat di BPN sebelum situasi diperumit
oleh pihak lain.