Buruh Temukan Emas Batangan, Lalu Membawanya Pulang — Apakah Termasuk Pencurian?
Bayangkan suatu hari seorang buruh bangunan tengah membersihkan saluran air di halaman rumah majikannya. Saat menggali, ia menemukan emas batangan yang tampak sudah lama tertimbun. Tanpa pikir panjang, ia mengambil emas itu, membawanya pulang, dan beberapa hari kemudian menjual atau membelanjakannya.
Lalu muncul pertanyaan:
“Apakah tindakan buruh tersebut bisa dipidana? Bukankah itu emas yang ia temukan sendiri?”
Kasus semacam ini memang sering menimbulkan dilema antara rasa “menemukan rezeki” dan aturan hukum tentang kepemilikan. Mari kita lihat dari kacamata hukum pidana yang pernah ditulis Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. di Hukum Online.
Dua Kemungkinan Pasal: Pencurian atau Penggelapan
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindakan mengambil atau menguasai barang milik orang lain secara melawan hukum dapat dikategorikan sebagai:
- Pencurian (Pasal 362 KUHP), atau
- Penggelapan (Pasal 372 KUHP).
Sekilas keduanya mirip, tapi perbedaan utamanya terletak pada niat (mens rea) dan kapan niat itu muncul.
Jika Sejak Awal Ingin Memiliki → Pencurian (Pasal 362 KUHP)
Menurut R. Soesilo dalam bukunya KUHP serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,
“Jika seseorang menemukan barang di jalan, dan pada saat itu juga sudah berniat memilikinya, maka itu termasuk pencurian.”
Artinya, ketika buruh bangunan itu menemukan emas dan langsung berpikir “ini rezeki saya”, lalu mengambil dan membawa pulang tanpa niat melapor atau menyerahkan kepada pemilik atau polisi — maka tindakannya termasuk pencurian.
Unsur penting pencurian di sini adalah:
- Ada pengambilan barang milik orang lain,
- Dilakukan dengan maksud untuk dimiliki sendiri,
- Tanpa izin pemiliknya,
- Dan dilakukan dengan kesadaran melawan hukum.
Dalam konteks ini, niat (mens rea) muncul seketika saat menemukan barang tersebut.
Jika Awalnya Hendak Mengembalikan, tapi Belakangan Ingin Memiliki → Penggelapan (Pasal 372 KUHP)
Namun, jika pada saat menemukan emas itu, buruh tersebut tidak langsung berniat memilikinya, misalnya semula ia berpikir akan menyerahkan kepada majikannya atau polisi, tetapi kemudian berubah pikiran dan memutuskan untuk memilikinya sendiri, maka tindakannya bisa dikategorikan sebagai penggelapan.
Mengutip S.R. Sianturi, S.H. dalam Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya:
“Jika seseorang menemukan benda, semula berniat mengembalikan, namun kemudian timbul niat untuk memiliki dan menggunakan barang tersebut, maka yang terjadi adalah penggelapan.”
Dengan kata lain:
- Pencurian terjadi ketika niat jahat muncul sebelum atau bersamaan dengan pengambilan.
- Penggelapan terjadi ketika niat jahat muncul setelah barang sudah berada dalam kekuasaan pelaku.
Kasus Buruh dan Emas Batangan: Pencurian yang Sempurna
Kembali ke kasus kita. Berdasarkan kronologi:
- Buruh menemukan emas di saluran air rumah majikannya,
- Langsung mengambil dan membawanya pulang,
- Lalu beberapa hari kemudian membelanjakannya.
Dari rangkaian ini, jelas bahwa niat untuk memiliki
muncul saat menemukan dan mengambil emas tersebut.
Ia tidak berusaha mengembalikan, melapor, atau meminta izin kepada pemilik
rumah.
Maka, tindakannya memenuhi unsur Pasal 362 KUHP tentang pencurian, yang berbunyi:
“Barang siapa mengambil sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, dihukum karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”
(Sebagai catatan, nilai denda “sembilan ratus rupiah” adalah ketentuan lama dan akan disesuaikan dalam KUHP baru.)
Mengapa Barang Temuan Bisa Jadi Pidana?
Secara hukum, barang temuan tidak otomatis menjadi milik
penemu.
Prinsipnya, hak milik tidak berpindah hanya karena seseorang menemukannya.
Barang temuan seharusnya:
- Dilaporkan atau diserahkan kepada kepolisian, atau
- Dikembalikan kepada pemilik yang sah jika diketahui.
Jika penemu langsung menguasai dan menggunakan barang itu tanpa itikad baik, maka ia dianggap mengambil barang milik orang lain secara melawan hukum.
Logika hukumnya sederhana:
“Menemukan bukan berarti memiliki.”
Konsekuensi Pidana dan Etika Hukum
Dalam praktiknya, perbuatan seperti ini sering dianggap
sepele, padahal konsekuensinya bisa sangat berat.
Tindakan mengambil emas majikan — sekalipun ditemukan di properti majikan
sendiri — tetap dapat dipandang sebagai tindak pidana pencurian.
Apalagi jika ditemukan dalam lingkungan kerja, di mana pelaku berada karena hubungan kerja atau kepercayaan (relasi buruh-majikan). Dalam kasus demikian, hakim juga dapat mempertimbangkan unsur penyalahgunaan kepercayaan, yang memperberat pertanggungjawaban moral dan hukum.
Kesimpulan: Bisa Dipidana, Tergantung Niat Saat Mengambil
Dari sisi hukum pidana, buruh yang menemukan emas batangan dan langsung membawanya pulang bisa dijerat dengan Pasal 362 KUHP tentang pencurian, dengan ancaman:
- Pidana penjara maksimal 5 tahun, atau
- Denda maksimal sembilan ratus rupiah (nominal lama, kini disesuaikan dalam praktik modern).
Namun, jika ia semula berniat menyerahkan barang itu tetapi kemudian berubah pikiran dan memilikinya, maka bisa dijerat dengan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan.
Perbedaan utamanya terletak pada waktu munculnya niat jahat (mens rea):
- Langsung saat menemukan → pencurian.
- Belakangan setelah dikuasai → penggelapan.
Dasar Hukum
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht) Staatsblad Nomor 732 Tahun 1915
- Pasal 362 KUHP – Pencurian
- Pasal 372 KUHP – Penggelapan
- R. Soesilo (1991), KUHP serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor: Politeia
- S.R. Sianturi (1983), Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya, Jakarta: Alumni AHM-PTHM
Kasus seperti ini mengingatkan bahwa dalam hukum pidana, perbuatan
sederhana bisa berujung pidana jika dilakukan tanpa itikad baik.
Menemukan barang bukan berarti otomatis berhak memilikinya. Prinsip hukum yang
berlaku tetap sama: kepemilikan sah harus melalui dasar hukum yang jelas,
bukan hanya karena “menemukan”.