Hukum Membangun Garasi di Jalan Buntu: Pelanggaran Tata Ruang atau Pidana?
Fenomena ini sering terjadi di banyak kompleks perumahan: penghuni menutup jalan buntu atau jalan lingkungan untuk dijadikan garasi pribadi, gudang, bahkan taman kecil.
Sekilas tampak sepele — toh jalan itu tidak dilalui siapa pun. Namun dari sudut pandang hukum, tindakan tersebut tidak sederhana.
Pertanyaan kuncinya:
“Apakah membangun garasi di atas jalan buntu yang merupakan fasilitas umum bisa dipidana?”
Mari kita bahas dari sisi hukum perumahan, penataan ruang, dan izin bangunan.
1. Jalan Buntu Termasuk Fasilitas Umum (Prasarana Perumahan)
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (UU 1/2011),
“Perumahan adalah kumpulan rumah yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum.”
Dan dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (1) huruf b UU 1/2011) dijelaskan:
- Prasarana meliputi jalan, drainase, sanitasi, air minum;
- Sarana meliputi rumah ibadah, ruang terbuka hijau (RTH);
- Utilitas umum meliputi listrik, jaringan telepon, dan sebagainya.
Dengan demikian, jalan (termasuk jalan buntu)
dikategorikan sebagai prasarana umum yang tidak boleh dimiliki atau
digunakan secara pribadi.
Jalan itu disediakan oleh pengembang dan menjadi milik bersama masyarakat
atau pemerintah daerah setelah diserahkan melalui proses serah terima PSU (prasarana,
sarana, utilitas umum).
2. Membangun di Atas Fasilitas Umum = Pelanggaran Tata Ruang
Dalam hukum tata ruang, jalan umum termasuk ruang
publik yang tidak boleh dialihfungsikan tanpa izin.
Membangun di atas jalan — termasuk jalan buntu — berarti memanfaatkan ruang
yang bukan haknya.
Berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 (Perda RTRW DKI 1/2012), pelanggaran seperti ini termasuk dalam kategori pemanfaatan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang atau izin.
Pasal 211 Perda RTRW DKI 1/2012 menyebutkan:
(1) Setiap orang atau badan yang melakukan pelanggaran di
bidang penataan ruang dikenakan sanksi administrasi dan/atau pidana.
(2) Pelanggaran meliputi antara lain:
a. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang;
b. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai izin;
c. Menghalangi akses terhadap kawasan milik umum.
Jadi, menutup jalan umum untuk garasi pribadi termasuk kategori pelanggaran pemanfaatan ruang dan menghalangi akses fasilitas umum.
3. Sanksi Administratif: Mulai dari Teguran hingga Pembongkaran
Berdasarkan Pasal 240 Perda RTRW DKI 1/2012, sanksi bagi pelanggaran penataan ruang dapat berupa:
- Peringatan tertulis (maksimal 3 kali),
- Penghentian sementara kegiatan,
- Penutupan lokasi,
- Pembongkaran bangunan,
- Pemulihan fungsi ruang,
- Denda administrasi.
Jadi, pemerintah daerah dapat memerintahkan pembongkaran garasi yang dibangun di atas jalan umum karena dianggap mengganggu fungsi ruang publik.
4. Potensi Pidana: Bila Menimbulkan Kerugian atau Menghalangi Akses Publik
Secara umum, UU 1/2011 tidak mengatur sanksi pidana langsung untuk pelanggaran penggunaan prasarana umum, namun Pasal 148 ayat (3) membuka kemungkinan tanggung jawab pidana jika pelanggaran menimbulkan akibat hukum lain:
“Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak menghilangkan tanggung jawab pidana.”
Artinya, jika tindakan tersebut:
- Mengakibatkan kerugian bagi warga lain (misalnya akses mobil pemadam, ambulans, atau warga sekitar terganggu), atau
- Dilakukan tanpa izin mendirikan bangunan (IMB/PBG) dan melanggar ketentuan rencana tata ruang,
maka pelaku dapat dijerat dengan pasal pelanggaran tata ruang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Pasal 69 UU Penataan Ruang menyebut:
“Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama 3 tahun dan/atau denda paling banyak Rp500 juta.”
Jadi, secara teori hukum, pelanggaran seperti ini dapat berujung pidana apabila dilakukan secara sengaja, terus-menerus, dan menimbulkan kerugian publik.
5. Pembangunan Tanpa Izin: Bisa Dikenai Sanksi IMB/PBG
Selain pelanggaran tata ruang, membangun garasi —
meskipun kecil — tetap termasuk aktivitas mendirikan bangunan.
Hal ini tunduk pada ketentuan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2021 tentang
Bangunan Gedung, yang menggantikan izin lama (IMB) dengan Persetujuan
Bangunan Gedung (PBG).
Jika garasi dibangun tanpa PBG, pemerintah daerah berhak:
- Memberi peringatan tertulis,
- Memerintahkan penghentian pembangunan,
- Hingga melakukan pembongkaran paksa.
6. Jalan Buntu Adalah Milik Bersama, Bukan “Tanah Tak Bertuan”
Banyak warga mengira bahwa jalan buntu di ujung kompleks
adalah tanah kosong yang boleh dimanfaatkan.
Padahal, dalam hukum pertanahan, setiap bidang tanah di kawasan perumahan
sudah tercatat dalam peta PSU.
Artinya, meskipun tidak ada kendaraan yang lewat, jalan buntu tetap fasilitas umum yang:
- Harus dijaga untuk kepentingan warga lain,
- Tidak bisa dialihfungsikan tanpa izin pemerintah daerah,
- Dan tidak dapat dimiliki secara pribadi, karena tidak masuk dalam sertifikat hak milik rumah pribadi.
7. Kesimpulan
Menjawab pertanyaan utama:
Apakah orang yang membangun garasi di jalan buntu bisa dipidana?
Aspek Hukum |
Penjelasan |
Konsekuensi |
UU 1/2011 |
Jalan termasuk prasarana umum, tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi |
Pelanggaran tata ruang |
Perda RTRW (misal DKI 1/2012) |
Membangun di atas fasilitas umum dan menghalangi akses publik |
Dikenai sanksi administrasi (teguran, pembongkaran) |
UU Penataan Ruang No. 26/2007 |
Pemanfaatan ruang tidak sesuai izin atau tata ruang |
Bisa dipidana hingga 3 tahun penjara/denda Rp500 juta |
PBG/IMB |
Bangunan tanpa izin |
Sanksi pembongkaran dan denda administratif |
✅ Jadi, secara prinsip tidak
boleh membangun garasi di atas jalan buntu,
dan bisa dipidana jika perbuatan tersebut dilakukan tanpa izin
serta menghalangi akses umum atau merugikan pihak lain.
Dasar Hukum
- Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
- Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
- Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW 2030
- Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung
Penutup
Fasilitas umum — termasuk jalan buntu — adalah ruang
milik bersama, bukan milik pribadi.
Mengubahnya menjadi garasi mungkin terlihat sepele, tetapi dalam hukum tata
ruang, tindakan itu termasuk pelanggaran terhadap fungsi ruang publik.
Hukum memberi batas, bukan untuk membatasi kenyamanan, tapi untuk memastikan setiap orang mendapatkan hak ruang yang sama. 🚗🏠